Jumat, 25 Januari 2013

Hari ke-25: Lentil As Anything

Dari obrolan bersama teman-teman dengan tema menjadi wirausaha, gue jadi keinget "Lentil As Anything" yang menurut gue adalah salah satu usaha terbaik yang ada di dunia ini.
Sekitar setahun yang lalu gue nonton acara film serial dokumenter "The Naked Lentil" di sebuah stasiun tv kabel.
Tentang seorang imigran Sri Lanka yang tinggal di Australia bernama Shanaka Fernando, membuka usaha restoran vegetarian dengan slogan "Pay what you feel for what you eat!"




Tanpa kasir dan daftar harga, restoran itu menyajikan aneka masakan dengan gaya prasmanan.
Penasaran bagaimana cara para pelanggan membayar makanan yang telah mereka makan?
Di beberapa sudut restoran terdapat kotak layaknya kotak amal yang ada di mesjid-mesjid, nah orang-orang yang ingin membayar dipersilahkan dengan suka rela memasukkan ke dalam kotak-kotak tersebut.


MAGIC BOX - Thank you for your kindness, generosity and inclusion.

Shanaka mempekerjakan orang-orang seperti dirinya, para imigran yang kebanyakan tidak memiliki biaya untuk mengurus surat-surat ijin tinggal di Australia.
Hebatnya Lentil As Anything memiliki beberapa cabang di Australia.
Prinsip Shanaka adalah setiap orang berhak mendapatkan makanan yang enak berapapun rejeki dia hari itu.
Walaupun bayarnya suka rela tapi Shanaka memperhatikan mutu makanan dan pelayanan di restorannya.
Saat usahanya hampir mengalami kebangkrutan, Shanaka lebih memilih untuk mempekerjakan chef yang lebih handal dan mempekerjakan seorang staf ahli untuk menaikkan mutu pelayanannya.
Padahal stafnya menyarankan Shanaka untuk mengadakan malam penggalangan dana.

Shanaka adalah sosok pemimpin yang bijaksana.
Dia selalu mau mendengarkan anak buahnya walaupun itu bertentangan dengan idealisme dia sebagai pemilik restoran.
Mereka menghadapi masalah dengan nyanyian dan tarian, tetap bergembira walau jeratan hutang ada di depan mata.




Gue salut dengan cara kepemimpinan Shanaka, menurut gue sangat bijaksana walau sedikit gila.
Tapi menurut gue dengan membuka usaha restoran tanpa daftar harga aja sudah bisa dibilang cukup gila.
Dan gilanya mereka masih bisa melayani pembeli hingga saat ini. Dan menolak sumbangan yang datang dari lembaga pemerintahan dan gereja.

Suatu saat kalau gue sampai menginjakkan kaki ke Australia, gue bakal menyambangi Lentil As Anything dan merasakan sendiri masakannya dan membayar makanannya sesuai dengan apa yang gue rasakan.
Sangat indah bukan?
-Everybody deserves a place at the table-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar